Rabu, 06 September 2017

My ivf journey part 1 : keputusan untuk ivf saja

Setiap pasangan yang sudah menikah akan mendambakan kehadiran malaikat kecil di rahimnya, dan hampir dari semua kakak2ku setelah menikah tidak memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan keturunan. Berbeda dengan aku, bulan demi bulan menanti tapi yang hadir si "merah" lagi. Awal awal aku merasa kesal emosi, timbul pertanyaan kenapa yang lain begitu mudah tetapi aku sulit banget. Membayangkanpun ku tidak pernah menjadi salah satu fertility survivor. Tapi pada akhirnya aku menerimanya apapun rencana Allah, aku yakin mampu melewatinya, karena ada suratan Takdir yang Maha Kuasa yang tertulis untuk aku melewati ujianNya ini. Tugasku hanya berdoa dan berikhtiar, namun hasil adalah hak mutlak milik Allah SWT.
Ingin bercerita sedikit, aku menikah di usia 30 tahun, lumayan meleset dari harapanku yang ingin menikah di usia 27 tahun. Karena menikahnya agak telat jadi aku tidak mau menunda hadirnya si buah hati. Setiap bulannya aku berharap tidak haid tapi seiring berjalannya waktu harapan tinggalah harapan, jadwal haidpun semakin kacau. Saat itu aku berfikir, lebih cepat lebih baik, dalam artian cepat memutuskan untuk mengambil langkah apa.  Singkat kata setelah 8 bulan menikah aku dan suami mulai "shoping ke dokter".
Ketika pertama kali konsultasi ke dokter obygin, dokter menyatakan rahimku bersih tidak ada miom dan kista. Dokterpun hanya memberikan bbrpa vitamin. Karena dalam waktu 3 bulanan belum ada hasil akupun pindah dokter. Di dokter selanjutnya aku dibuatkan surat pengantar untuk Cek darah, Hsg, test sperma, dan dokterpun memberikan resep obat penyubur. Untuk hasil hsg Alhamdulillah kedua tuba ku paten. Plong rasanya. Setelah itu, minum obat penyuburpun dimulai dan dokter memberikan jadwal untuk berhubungan suami istri secara rutin di masa2 subur. Namun hasilnya masih nihil haid pun datang dengan tepat pada waktunya. kami kembali lagi ke dokter untuk meminta penjelasan kenapa belum berhasil,  Kemudian dokter menerangkan kalau sebenarnya kondisi telurku bagus sperma suami tidak ada masalah seharusnya bisa hamil dan dokter mengatakan untuk langsung inseminasi saja. Di depan dokter aku tidak bisa berkata apa-apa. Tapi ketika aku dan suami keluar ruang konsultasi, langsung aku nangis, pada saat itu aku belum siap untuk inseminasi karena aku merasa hasil semua lab ku bagus kenapa harus inseminasi,  aku dan suami memutuskan untuk tidak menjalankan opsi itu.
Selanjutnya, setelah beberapa bulan break dari program kehamilan, aku merasa waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah 1 tahun 5 bulan usia pernikahan kami pada saat itu. Dan haidku pun semakin kacau, siklusnya semakin tidak beraturan dan semakin panjang. Aku pun ke dokter lain dan sudah bertekad bulat dengan tujuan untuk melakukan program kehamilan melalui inseminasi, aku merasa sudah sangat siap dan begitupun dengan suami. Aku memilih klinik infertilitas yang jaraknya dekat dengan rumah dan kantor. Dengan tujuan agar tidak menghabiskan banyak waktu di jalan. Dengan semangat 45 aku dan suami berkonsultasi dengan dokter senior yang namanya sudah terkenal ahli di bidang fertilitas. Kurang lebih 1 setengah jam mengantri, finally ketemu juga dengan dokter yang namanya sudah bersileweran di internet. Jujur kesan pertama melihat dokter tersebut sedikit kurang ramah, tapi aku berfikir yang penting aku bisa hamil gapapa itu hanya hal kecil (berusaha menguatkan hati). Di sesi awal konsultasi aku mengatakan kepada dokter maksud dan tujuan datang kesana "dokter saya mau promil dan sudah siap untuk ke tahap inseminasi karena sudah pernah minum obat penyubur tapi gagal". Dan dokter mengatakan usg tranv dulu ya bu. Karena aku merasa percaya diri, aku yakin dokter akan menyetujui keinginanku untuk insem. Tapi qadarullah, kaget luar biasa ketika dokter menyatakan di indung telurku sudah ada kista sebesar 3 cm. Sambil terkaget kaget karena ada yg tumbuh di indung telurku. Aku bertanya ke dokter "masih bisa kan dok inseminasi dengan kondisi ada kista ini?". Namun kata dokter tidak bisa , dengan tanpa berbasa basi dokter mengatakan " ibu harus operasi laparoscopy dulu ni, kalau kistanya sudah bersih baru bisa inseminasi". Hikss sedih rasanya, harus menerima kondisi pada saat itu. Dan lagi-lagi aku bersama suami untuk memutuskan untuk tidak operasi dulu. Dan aku mewek lagi terus suami meluk sambil bilang kita cari jalan lain ya, pasti Allah punya rencana buat kita berdua. Melihat suami yang begitu tenang dan kuat rasanya ada motivasi untuk bangkit kembali.
Esok harinya aku buka-buka mba google dan mencari "pengobatan lainnya" yg bisa menyembuhkan kista tanpa operasi. Dan setelah mencari via internet tersebut, aku menemukan dokter di daerah tangerang yang bisa mengobati kista dengan cara minum obat-obatan saja. Aku dan suami pun datang ke klinik pribadinya tersebut, ohiya selain praktek di klinik pribadi, dokternya juga praktek di siloam tangerang. Semua resep dan pantangan makanan yang dokter berikan padaku aku jalani. Alhamdulillah dalam 3 bulanan aku treatmen dengan obat untuk kista dan pantang makanan, aku dinyatakan sembuh. Rasanya tidak sia-sia menempuh perjalanan jauh dari rumah ke klinik. Setelah aku dinyatakan kistaku tidak ada dan dokter pun fokus ke suami. Setelah membaca hasil lab, ternyata suamiku ada masalah di sperma. Dokter merekomendasikan untuk memeriksa ke dokter androlog di siloam. Setelah beberapa kali pertemuan dan pemeriksaan dokter memvonis suamiku varikokel tingkat 1 dan harus dioperasi. Entah rasanya apa pada saat itu. Aku tidak tega melihat wajah suamiku yg sedih dan takut. Tapi kami saling menguatkan. Program hamilku, tidak kulanjutkan dengan dokter tersebut. Karena suamiku menolak untuk dioperasi. Aku sangat menghargai pilihan suamiku, karena akupun pernah diposisi suamiku. Program hamil kuhentikan sementara sambil memikirkan jalan lainnya lagi.
Di pertengahan tahun 2016 kami berencana untuk membangun rumah. Fikiran dan tenaga kami fokus untuk segera menyelesaikan pembangunan rumah tersebut. Hingga rumah selesai dan ditempati ada yang hampa rasanya. Karena dirumah baru ada beberapa kamar tapi kamarnya pada kosong hikss belum ada babynya. Disitu saya merasa sedih dan diantara kesedihan itu ada saja omongan orang yang tidak enak didengar. Mereka mungkin tidak tau perjuangan aku dan suami. Tapi aku rasanya tidak perlu membalas omongan mereka, aku abaikan saja. Mereka berkata demikian karena mereka dengan mudahnya mendapatkan buah hati, jadi aku berusaha memaklumi.
Aku merasa ini waktunya untuk memulai berikhtiar kembali untuk mendapatkan buah hati. Aku yang hobby berselancar mencari cari cari informasi melalui ig dimana klinik infertilitas yang bagus n nyaman untuk kami. Aku dan suami menghadiri beberapa kali seminar fertilas. N finally... kami memutuskan untuk lompat langsung program kehamilan melalui ivf dan kami memilih klinik bic jakarta. Memilih klinik ini karena rekomendasi dari beberapa orang yang sudah berhasil memperoleh buah hati dengan jalan ivf ini. Cerita selanjutnya ada disini My ivf journey part 2 : persiapan ivf

2 komentar:

  1. Assalamualaikum mba liya,
    Mohon info terkait dr yang dapat menyembuhkan kista tanpa operasi tersebut, dikarenakan kondisi saya sama seperti mba kista di indung telur 2cm dan 3cm. Saat ini saya jg sedang program IVF namun dokter sy sepertinya tidak mempermasalahkan kista tersebut. Mohon infonya terimakasih banyak atas bantuannya 🙏🏻

    BalasHapus
  2. Walaikumsalam. Halo mba rahmi semoga program IVF nya berhasil dan segera diberikan momongan..Aamiin..
    Aku ke klinik dokter Med di tangerang, tapi aku engga rekomen mba, karena setelah aku baca baca kandungan obat yang diresepkan oleh dokter med tersebut agak keras. Dan beberapa bulan kemudian kista ku ada lagi sebesar 3 cm. Ikut saran dokternya mba rahmi aja, untuk lanjut ke ivf. Karena dokterku juga tidak mempermasalahkan utk tindakan IVF selama kista masih 3 cm. Semangat ya mba.. aku mendoakanmu :)

    BalasHapus